LABRAK Tekankan Integritas Aparat, Dua Organisasi Siap Mempresure Polres dan Kejaksaan
KONTRADIKSI.ID, Pohuwato — Serikat Petani dan Nelayan (SPAN) bersama Lembaga Aksi Bela Rakyat (LABRAK) melancarkan kritik keras terhadap penanganan kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi di Kecamatan Popayato. Putusan Pengadilan Tinggi Gorontalo pada 16 April 2025 yang menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada FW, seorang pendeta di Popayato, dinilai jauh dari rasa keadilan. Vonis ini lebih ringan dibanding putusan Pengadilan Negeri Marisa yang sebelumnya menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara.
Ketua SPAN, Usman Nggilu, menilai penyidikan dan penuntutan kasus ini cacat prosedur. Ia menuding ada upaya sistematis untuk menyembunyikan keterlibatan oknum Kapolsek Popayato berinisial LO dan seorang anggota Polsek berinisial RD, meski bukti menunjukkan keduanya memiliki hubungan erat dengan FW.
“Bukti percakapan antara FW, oknum Kapolsek, dan NW, pemilik UD Jofael, menunjukkan bisnis pupuk ilegal ini berjalan lama dan melibatkan oknum aparat. Bukti itu pernah kami serahkan melalui LSM LABRAK, tapi tak pernah dihadirkan di persidangan,” ungkap Usman pada Selasa (12/08).
Kabid Humas LSM LABRAK, Mohammad Alulu, menegaskan bahwa inti persoalan kasus ini terletak pada integritas aparat penegak hukum — baik penyidik Polres Pohuwato maupun Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Marisa.
“Ketika aparat yang seharusnya menegakkan hukum malah terlibat atau membiarkan fakta penting disembunyikan, maka yang hilang bukan hanya keadilan dalam satu kasus, tapi juga kepercayaan publik pada institusi hukum,” tegas Alulu.
Alulu menilai, vonis ringan terhadap FW hanyalah konsekuensi dari proses hukum yang tidak transparan. Menurutnya, masyarakat perlu tahu bahwa kedua oknum aparat tersebut sudah dijatuhi sanksi etik oleh Propam Polda Gorontalo, namun di ranah pidana, perannya menguap tanpa jejak.
Distribusi pupuk bersubsidi diatur ketat dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022. Penyalahgunaan, penimbunan, atau penjualan di luar mekanisme resmi merupakan tindak pidana yang dapat dijerat dengan:
Pasal 107 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (pidana 5 tahun penjara, denda Rp5 miliar)
Pasal 55-56 KUHP (pidana bagi pihak yang turut serta atau membantu tindak pidana)
Pasal 368 KUHP (jika ada unsur pemerasan/penyalahgunaan jabatan)
Pasal 52 KUHP (pemberatan hukuman bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangan)
Jika terbukti, keterlibatan aparat penegak hukum tidak hanya memperberat sanksi pidana, tetapi juga dapat memicu tuntutan etik, administrasi, bahkan pemberhentian tidak hormat.
SPAN dan LABRAK menyatakan akan melakukan aksi gabungan di depan Polres Pohuwato dan Kejaksaan Negeri Marisa untuk menekan aparat membuka kembali bukti dan fakta yang disembunyikan.
“Ini bukan sekadar soal pupuk. Ini soal integritas lembaga penegak hukum. Kalau kasus seperti ini dibiarkan, maka sistem subsidi negara akan terus menjadi ladang kejahatan terorganisir,” pungkas Alulu.
Usman Nggilu menambahkan, aksi ini diharapkan memberi tekanan moral dan politik hukum, sehingga saat perkara ini diajukan kasasi ke Mahkamah Agung, hakim memiliki dasar pertimbangan yang lebih utuh.
Redaksi