KONTRADIKSI.ID Pohuwato — Polemik di wilayah konsesi tambang kembali mencuat setelah muncul dugaan arogansi kepemimpinan dari oknum purnawirawan TNI berinisial FP, yang kini menjabat sebagai pimpinan Supervisor (SPV) senior Asset Protection (AP) di salah satu perusahaan tambang. Isu ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk dari Pendiri Lembaga Aksi Bela Rakyat (LABRAK), Soni Samoe.
Dalam keterangannya, Soni menegaskan bahwa persoalan di lapangan tidak sesederhana narasi “penambang menyerobot konsesi” seperti yang kerap digaungkan pihak perusahaan. Menurutnya, inti masalah justru terletak pada fakta bahwa wilayah yang dikerjakan para penambang lokal tersebut belum dilakukan pembayaran tali asih oleh perusahaan.
“Wilayah konsesi yang dikerja oleh penambang itu belum dibayar oleh perusahaan. Tetapi dianggap oleh pihak perusahaan seolah-olah sudah selesai pembayaran tali asihnya. Padahal realitanya, kompensasi itu belum pernah diserahkan kepada para penambang atau pemilik lahan,” ujar Soni, Kamis (14/8/2025).
Ia menjelaskan, tali asih merupakan bentuk kompensasi yang lazim dilakukan sebelum perusahaan mengambil alih atau mengelola lahan masyarakat. Apabila proses ini belum diselesaikan, maka secara sosial dan moral perusahaan tidak memiliki legitimasi penuh untuk membatasi aktivitas warga di wilayah tersebut.
“Lokasi penambang yang mereka klaim itu masih statusnya belum lunas tali asih. Namun ironisnya, penambang justru dilarang masuk. Ini bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga menyangkut etika bisnis dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal,” tambahnya.
Soni menilai, langkah perusahaan yang melakukan pelarangan dan bahkan penangkapan terhadap penambang sebelum menyelesaikan kewajiban tali asih adalah bentuk kesewenang-wenangan yang dapat memicu resistensi sosial. Menurutnya, penyelesaian masalah tambang di Pohuwato tidak akan pernah tuntas jika perusahaan hanya mengedepankan pendekatan keamanan tanpa membenahi akar permasalahan yang bersifat struktural.
TimRedaksi